Jalan hidup seseorang seringkali memang sulit ditebak. Apa yang dialami Ir Latri Mulyaningsih MSi mungkin bisa menjadi contoh. Pernah menjadi dosen di sebuah universitas ternama, pernah pula menjadi tenaga pemasaran pupuk, namun akhirnya Latri kepincut pada dunia usaha.
Sungguh, Latri tak pernah menyangka akan memiliki aktivitas bisnis dengan prospek yang sangat menjanjikan. Membuat minuman probiotik, itulah usaha yang ia tekuni saat ini. Yoghurt yang terbuat dari susu murni rendah lemak merupakan minuman kesehatan yang mengandung probiotik (bakteri baik). ''Saya tidak pernah menyangka bahwa usaha ini bisa menjadi income keluarga. Saya agak heran juga kenapa Allah baru membukakan ide buat saya saat ini. Padahal, ini pekerjaan yang gampang kami lakukan karena latar belakang (pendidikan) kami memungkinkan. Ini mungkin namanya hidayah ya,'' kata wanita yang menyabet gelar S-2 bidang bioteknologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ini.
Jauh sebelum mengembangkan usaha yoghurt berlabel Yahuud, Latri pernah menjadi dosen pada Fakultas Pertanian UGM. Walau menyukai profesi ini, Latri terpaksa berhenti menjadi dosen. Keputusan berat ini diambil karena ia memutuskan untuk mengikuti suaminya yang mendapat tugas belajar ke Jepang. Kenapa tak meminta cuti saja? Rupanya, kantor tidak membolehkannya mengambil cuti di luar tanggungan untuk mengikuti tugas suami. Maka, apa boleh buat, profesi dosen pun ia tanggalkan. Latri kemudian terbang ke Jepang mendampingi sang suami menempuh pendidikan S-2 dan S-3 (tahun 1990-1995).
Di negeri sakura itulah, Latri 'berkenalan' dengan yoghurt. Sebelumnya, ia dan keluarga tak pernah mengonsumsi minuman kesehatan ini. Namun, karena harga yoghurt di Jepang sangat terjangkau dan ia mengetahui manfaat minuman tersebut, maka ia mulai mengonsumsi yoghurt secara teratur. ''Kebetulan kami sekeluarga menyukainya, sehingga selama di Jepang kami mengonsumsi yoghurt hampir setiap hari,'' kata Latri, yang pernah bekerja paruh waktu di sebuah supermarket di Jepang.
Sepulang dari Jepang, ibu tiga anak ini melanjutkan studi ke jenjang S-2 dengan mengambil bidang studi bioteknologi di UGM. Sukses menyabet gelar S-2, Latri bekerja di bagian pemasaran sebuah perusahaan pupuk. Tak lama di situ, tepatnya pada Juni 2006, ia mengundurkan diri. Tak mau berdiam diri, Latri mulai berpikir untuk mencari aktivitas lain. Hasilnya, muncul ide untuk merintis usaha yoghurt. ''Saat itu sekitar bulan November 2006,'' kenang istri dari Ir Irfan D Prijambada MEng PhD, dosen mikrobiologi di UGM, ini.
Agaknya, setelah kembali ke Yogyakarta, Latri dan keluarganya ingin bisa terus menikmati yoghurt seperti yang biasa mereka minum di Jepang. Tapi ternyata, sulit sekali menemukan yoghurt seperti yang ada di Jepang, dengan harga jual terjangkau. Kebetulan, Latri yang meraih gelar S-1 dari Fakultas Pertanian UGM, pernah belajar mikrobiologi. Sang suami pun ahli mikrobiologi. Berbekal ilmu itulah, Latri dibantu suaminya mencoba membuat yoghurt. Awalnya hanya untuk konsumsi keluarga. Belakangan, ada seorang teman yang berlangganan yoghurt buatan Latri, seminggu sekali sebanyak satu liter.
Selanjutnya, setiap ada pertemuan Dharma Wanita di UGM, ia selalu membawa yoghurt buatan sendiri untuk dijual. Responsnya bagus. Jumlah pelanggan pun bertambah, terutama kolega suami.
Perlu pembelajaranButuh pembelajaran agar orang mau mengonsumsi yoghurt. Maklum, tak semua orang paham mengenai manfaat minuman ini untuk kesehatan. ''Namun biasanya, mereka yang tingkat pendidikannya sudah lumayan bisa mengerti pentingnya yoghurt.''
Latri sendiri sangat paham pada manfaat yoghurt. Minuman probiotik ini, jelas dia, bisa mencegah diare bagi orang yang tidak tahan terhadap laktosa (lactose intolerant). Ini karena enzim laktase yang dihasilkan Lactobacillus dapat membantu pencernaan laktosa yang terkandung dalam susu. Yoghurt juga bermanfaat bagi penderita tukak lambung karena asam laktat yang dikandungnya dapat mencegah produksi asam lambung yang iritatif. Selain itu, minuman ini juga dapat mencegah pembentukan senyawa karsinogenik dalam usus besar karena Lactobacillus mampu menonaktifkan bahan-bahan yang dapat diubah menjadi nitrosamina yang karsinogenik. Anda yang ingin menurunkan kadar kolesterol darah, ada baiknya pula meminum yoghurt. Mengapa? ''Karena biakan Lactobacillus dalam yoghurt dapat mencerna kolesterol dan mengikat asam empedu pembentukan kolesterol jahat,'' terang Latri.
Proses pembelajaran yang dilakukan Latri, tak sia-sia. Ia yang awalnya hanya membuat yoghurt satu liter per hari dan hanya untuk konsumsi keluarga, kini memproduksi 16 liter yoghurt setiap harinya.
Sejumlah dosen UGM tercatat sebagai pelanggan tetap. Ada yang sekali membeli 10 botol besar, dan lima hari kemudian sudah habis. ''Kata mereka, yoghurt buatan saya lebih enak daripada yang ada di pasaran dan tidak terlalu asam. Ini karena komposisi bakterinya melalui penelitian sendiri di rumah,'' ungkap Latri yang telah mendaftarkan produknya ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan tengah menunggu nomor registrasi. Selain para dosen, ada beberapa kafe dan perusahaan roti di Yogyakarta yang berlangganan yoghurt Yahuud secara rutin. Biasanya, yoghurt digunakan untuk campuran jus, salad, atau kue.
Ke depan, ia tentu berharap usahanya bisa lebih berkembang, sehingga bisa menyerap tenaga kerja. Membuka lapangan pekerjaan memang obsesi Latri. ''Namun untuk saat ini, karena keuntungan belum memungkinkan, usaha ini masih saya tangani sendiri dan kadang dibantu anak saya. Bahkan, kedua anak saya juga membantu memasarkan dengan menawarkan ke teman-temannya.''
Sungguh, Latri tak pernah menyangka akan memiliki aktivitas bisnis dengan prospek yang sangat menjanjikan. Membuat minuman probiotik, itulah usaha yang ia tekuni saat ini. Yoghurt yang terbuat dari susu murni rendah lemak merupakan minuman kesehatan yang mengandung probiotik (bakteri baik). ''Saya tidak pernah menyangka bahwa usaha ini bisa menjadi income keluarga. Saya agak heran juga kenapa Allah baru membukakan ide buat saya saat ini. Padahal, ini pekerjaan yang gampang kami lakukan karena latar belakang (pendidikan) kami memungkinkan. Ini mungkin namanya hidayah ya,'' kata wanita yang menyabet gelar S-2 bidang bioteknologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ini.
Jauh sebelum mengembangkan usaha yoghurt berlabel Yahuud, Latri pernah menjadi dosen pada Fakultas Pertanian UGM. Walau menyukai profesi ini, Latri terpaksa berhenti menjadi dosen. Keputusan berat ini diambil karena ia memutuskan untuk mengikuti suaminya yang mendapat tugas belajar ke Jepang. Kenapa tak meminta cuti saja? Rupanya, kantor tidak membolehkannya mengambil cuti di luar tanggungan untuk mengikuti tugas suami. Maka, apa boleh buat, profesi dosen pun ia tanggalkan. Latri kemudian terbang ke Jepang mendampingi sang suami menempuh pendidikan S-2 dan S-3 (tahun 1990-1995).
Di negeri sakura itulah, Latri 'berkenalan' dengan yoghurt. Sebelumnya, ia dan keluarga tak pernah mengonsumsi minuman kesehatan ini. Namun, karena harga yoghurt di Jepang sangat terjangkau dan ia mengetahui manfaat minuman tersebut, maka ia mulai mengonsumsi yoghurt secara teratur. ''Kebetulan kami sekeluarga menyukainya, sehingga selama di Jepang kami mengonsumsi yoghurt hampir setiap hari,'' kata Latri, yang pernah bekerja paruh waktu di sebuah supermarket di Jepang.
Sepulang dari Jepang, ibu tiga anak ini melanjutkan studi ke jenjang S-2 dengan mengambil bidang studi bioteknologi di UGM. Sukses menyabet gelar S-2, Latri bekerja di bagian pemasaran sebuah perusahaan pupuk. Tak lama di situ, tepatnya pada Juni 2006, ia mengundurkan diri. Tak mau berdiam diri, Latri mulai berpikir untuk mencari aktivitas lain. Hasilnya, muncul ide untuk merintis usaha yoghurt. ''Saat itu sekitar bulan November 2006,'' kenang istri dari Ir Irfan D Prijambada MEng PhD, dosen mikrobiologi di UGM, ini.
Agaknya, setelah kembali ke Yogyakarta, Latri dan keluarganya ingin bisa terus menikmati yoghurt seperti yang biasa mereka minum di Jepang. Tapi ternyata, sulit sekali menemukan yoghurt seperti yang ada di Jepang, dengan harga jual terjangkau. Kebetulan, Latri yang meraih gelar S-1 dari Fakultas Pertanian UGM, pernah belajar mikrobiologi. Sang suami pun ahli mikrobiologi. Berbekal ilmu itulah, Latri dibantu suaminya mencoba membuat yoghurt. Awalnya hanya untuk konsumsi keluarga. Belakangan, ada seorang teman yang berlangganan yoghurt buatan Latri, seminggu sekali sebanyak satu liter.
Selanjutnya, setiap ada pertemuan Dharma Wanita di UGM, ia selalu membawa yoghurt buatan sendiri untuk dijual. Responsnya bagus. Jumlah pelanggan pun bertambah, terutama kolega suami.
Perlu pembelajaranButuh pembelajaran agar orang mau mengonsumsi yoghurt. Maklum, tak semua orang paham mengenai manfaat minuman ini untuk kesehatan. ''Namun biasanya, mereka yang tingkat pendidikannya sudah lumayan bisa mengerti pentingnya yoghurt.''
Latri sendiri sangat paham pada manfaat yoghurt. Minuman probiotik ini, jelas dia, bisa mencegah diare bagi orang yang tidak tahan terhadap laktosa (lactose intolerant). Ini karena enzim laktase yang dihasilkan Lactobacillus dapat membantu pencernaan laktosa yang terkandung dalam susu. Yoghurt juga bermanfaat bagi penderita tukak lambung karena asam laktat yang dikandungnya dapat mencegah produksi asam lambung yang iritatif. Selain itu, minuman ini juga dapat mencegah pembentukan senyawa karsinogenik dalam usus besar karena Lactobacillus mampu menonaktifkan bahan-bahan yang dapat diubah menjadi nitrosamina yang karsinogenik. Anda yang ingin menurunkan kadar kolesterol darah, ada baiknya pula meminum yoghurt. Mengapa? ''Karena biakan Lactobacillus dalam yoghurt dapat mencerna kolesterol dan mengikat asam empedu pembentukan kolesterol jahat,'' terang Latri.
Proses pembelajaran yang dilakukan Latri, tak sia-sia. Ia yang awalnya hanya membuat yoghurt satu liter per hari dan hanya untuk konsumsi keluarga, kini memproduksi 16 liter yoghurt setiap harinya.
Sejumlah dosen UGM tercatat sebagai pelanggan tetap. Ada yang sekali membeli 10 botol besar, dan lima hari kemudian sudah habis. ''Kata mereka, yoghurt buatan saya lebih enak daripada yang ada di pasaran dan tidak terlalu asam. Ini karena komposisi bakterinya melalui penelitian sendiri di rumah,'' ungkap Latri yang telah mendaftarkan produknya ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan tengah menunggu nomor registrasi. Selain para dosen, ada beberapa kafe dan perusahaan roti di Yogyakarta yang berlangganan yoghurt Yahuud secara rutin. Biasanya, yoghurt digunakan untuk campuran jus, salad, atau kue.
Ke depan, ia tentu berharap usahanya bisa lebih berkembang, sehingga bisa menyerap tenaga kerja. Membuka lapangan pekerjaan memang obsesi Latri. ''Namun untuk saat ini, karena keuntungan belum memungkinkan, usaha ini masih saya tangani sendiri dan kadang dibantu anak saya. Bahkan, kedua anak saya juga membantu memasarkan dengan menawarkan ke teman-temannya.''
Dari Republika Minggu, 28 Oktober 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar